Tuberkulosis kini sembuh lebih cepat.

Tuberkulosis resistansi obat (TB RO) menjadi salah satu tantangan tersendiri yang harus dihadapi bersama dalam rangka pengendalian TB. Secara umum terjadi peningkatan kasus TB RO di dunia pada tahun 2022. Peningkatan kasus TB RO juga terjadi di Indonesia pada tahun yang sama.

Pengertian TB RO adalah mengacu pada kondisi pasien yang tidak bisa lagi ditangani dengan pengobatan lini pertama sehingga pengobatan harus dialihkan pada pengobatan lini kedua.

Baca juga: Tuberkulosis serta Gejala yang Muncul

Daftar Isi:

  1. Penyebab TB RO
  2. Tanda dan Gejala
  3. Tata Laksana TB RO
  4. BPaL dan BPaLM
  5. Kriteria Pasien
  6. Efek Samping
  7. Hal lain yang harus diperhatikan

Penyebab TB RO

Terjadinya fenomena TB RO disebabkan oleh banyak faktor yang dapat saling terkait satu dengan yang lain. Menurut Kementerian Kesehatan (2020) faktor-faktor yang dapat menyebabkan TB RO antara lain:

  1. petugas Kesehatan, yang disebabkan oleh:
    • diagnosis yang tidak tepat,
    • panduan pengobatan yang digunakan tidak tepat, dan
    • dosis, jenis, dan jangka waktu pengobatan yang tidak tepat.
  2. pasien, yang disebabkan oleh:
    • tidak mematuhi anjuran tenaga kesehatan,
    • menghentikan pengobatan atas keinginan sendiri, dan
    • terdapat gangguan penyerapan obat dalam tubuh pasien.
  3. program Pengendalian TB, yang disebabkan oleh:
    • persediaan obat yang kurang memadai, dan
    • kualitas obat yang rendah.

Selain faktor-faktor di atas, komunikasi antar tenaga kesehatan dan pasien juga merupakan hal penting yang dapat mempengaruhi hasil akhir pengobatan TB RO. Komunikasi yang kurang atau tidak baik akan menimbulkan miss persepsi sehingga kemungkinan kesembuhan pasien TB RO akan semakin kecil. Tentunya untuk dapat berkomunikasi dengan baik banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti: lingkungan fisik, pemahaman, dan juga wawasan.

Tanda dan gejala

Penderita TB RO memiliki tanda dan gejala yang sama dengan penderita TB pada umumnya, yaitu: rasa tidak nyaman pada tubuh, demam, menggigil, nafsu makan turun, berat badan turun, berkeringat pada malam hari tanpa aktivitas, batuk lebih dari dua minggu, batuk disertai dahak, batuk disertai dahak juga darah, dan nyeri dada.

Tata Laksana TB RO

Pengobatan TB RO sudah dimulai sejak lebih dari satu dekade yang lalu. Pada awalnya, pengobatan TB RO menggunakan obat suntik dan juga obat minum. Pengobatan tersebut memiliki efek samping yang lebih banyak dan berat jika dibandingkan dengan pengobatan pada lini pertama. Durasi pengobatan juga cenderung lebih lama, yaitu berlangsung selama sekitar 18-24 bulan.

Seiring dengan berjalannya waktu, terdapat kemajuan dalam pengobatan TB RO. Saat ini terdapat tiga jenis panduan pengobatan TB RO. Adapun penentuan panduan pengobatan pada seorang pasien TB RO ditentukan oleh dokter berdasarkan riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan didukung oleh hasil pemeriksaan penunjang pasien.

BPaL dan BPaLM

BPaL & BPaLM
Foto: Dokumen Pribadi

Pengobatan TB RO membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga dapat menimbulkan perasaan jenuh dan depresi pada pasien. Kondisi demikian bisa menyebabkan pengobatan TB RO tidak tuntas. Kondisi tersebut turut serta menjadi persoalan bersama. Sebagai usaha untuk mengatasi persolan tersebut pada tahun 2022 World Health Organization (WHO) telah meluncurkan pedoman tata laksana baru bagi pasien TB RO. Pada pedoman tersebut memuat panduan baru, yaitu BPaL dan BPaLM yang terdiri dari sejumlah obat-obatan, antara lain: Bedaquiline, Pretomanid, Linezolid, dan Moksifloksasin.

Panduan pengobatan BPaL dan BPaLM menggunakan obat minum dengan jumlah yang relatif lebih sedikit dan dengan efek samping obat yang lebih ringan bila dibandingkan dengan panduan pengobatan TB RO yang lain. Dan hal lain yang juga turut menarik perhatian adalah durasi pengobatan yang hanya berlangsung selama 6 bulan (panduan BPaL dapat ditambah hingga tiga bulan jika dibutuhkan).

Kriteria Pasien

Saat ini Panduan BPaL dan BPaLM sudah dapat diakses di Indonesia. Akan tetapi, terdapat sejumlah kriteria yang harus dipenuhi agar seorang pasien TB RO dapat menggunakan panduan BPaL atau BPaLM. Merujuk Kemenkes (2023), krteria-kriteria tersebut terdiri dari:

Kriteria pasien untuk panduan BPaLM:

  1. pasien dengan TB RR/MDR,
  2. usia lebih dari 14 tahun tanpa melihat status HIV,
  3. pasien dengan TB Paru terkonfirmasi atau TB Ekstra Paru kecuali TB yang melibatkan Sistem Saraf Pusat, Osteoartikular, dan Disseminata/Milier,
  4. pasien belum pernah mendapatkan pengobatan dengan Bedaquiline, Pretomanid, Linezolid atau Delamanid selama lebih dari satu bulan. Jika pasien diketahui dengan riwayat penggunaan obat-obatan tersebut lebih dari satu bulan, panduan BPalM dapat digunakan bila terdapat bukti tidak ada resistansi dengan obat-obatan tersebut, dan
  5. tidak sedang dalam kondisi hamil dan menyusui.

Kriteria pasien untuk panduan BPaL:

  1. pasien TB RR/MDR yang resistan terhadap fluorokuinolon (TB pre-XDR),
  2. usia lebih dari 14 tahun tanpa melihat status HIV,
  3. pasien dengan TB Paru terkonfirmasi atau TB Ekstraparu kecuali TB yang melibatkan Sisttem Saraf Pusat, Osteoartikular dan Disseminata/Milier,
  4. tidak resisten terhadap obat-obat komponen BPaL,
  5. pasien belum pernah mendapatkan pengobatan dengan Bedaquiline, Pretomanid, Linezolid atau Delamanid selama lebih dari satu bulan. Jika pasien diketahui dengan riwayat penggunaan obat-obatan tersebut lebih dari satu bulan makan panduan BPaL dapat digunakan bila terdapat bukti tidak ada resistansi dengan obat-obatan tersebut, dan
  6. tidak sedang dalam kondisi hamil dan menyusui.

Efek Samping

Terdapat efek samping yang mungkin muncul pada pasien dengan menggunakan panduan BPaL atau BPaLM, diantaranya:

  1. sensasi terbakar pada tangan dan kaki, sensasi kesemutan pada tangan dan kaki, mati rasa pada tangan dan kaki,
  2. penurunan ketajaman penglihatan,
  3. dada berdebar-debar,nyeri dada, pusing,
  4. penurunan nafsu makan, mual, muntah, air kemih berwarna lebih gelap,
  5. gatal, dan
  6. anemia.

Hal Lain yang Harus Diperhatikan

Selama menjalani pengobatan terdapat beberapa hal lain yang harus dilakukan guna mendukung upaya penyembuhan dan mencegah penularan kepada orang-orang yang berada di sekitar pasien, diantaranya:

  1. minum obat sesuai jadwal,
  2. kontrol sesuai jadwal atau jika ada keluhan,
  3. mencatat semua keluhan yang dirasakan dan beritahu petugas kesehatan saat kontrol. Catatan itu meliputi: jenis keluhan, waktu keluhan muncul, seberapa sering keluhan muncul, keluhan yang dirasakan ringan atau berat,
  4. menggunakan masker,
  5. olahraga teratur,
  6. konsumsi makanan dengan gizi seimbang, dan
  7. hentikan kebiasan merokok dan konsumsi alkohol.

Referensi:

Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Elsevier. (2023). Update of Drug-Resistant Tuberculosis Treatment Guidelines: a Turning Point. Diakses pada Juli 2024

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2023). Buku Pegangan Opersional Pengobatan Tuberkulosis Resistan Obat Dengan Paduan BPaL/M. Jakarta: Kemenerian Kesehatan RI

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Petunjuk Teknis Penatalaksanaan Tuberkulosis Resistan Obat 2020. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2023). Program Penanggulangan Tuberkulosis Laporan Program Penanggulangan Tuberkulosis 2022. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI

World Health Organization. (2023). Global Tuberculosis Report 2023. Diakses pada Juli 2024

Written by

Setya Thamarina

Menulis adalah salah satu caraku belajar untuk menjadi pribadi yang lebih teroganisir.