
Museum Taman Prasasti merupakan museum dengan konsep outdoor dalam memamerkan koleksi utamanya berupa aneka ragam bentuk nisan. Dengan mengusung tema garden cemetery menjadikan Museum Taman Prasasti jauh dari kesan horor. Terdapat pepohonan yang rindang sehinga membuat Museum Taman Prasasti terasa teduh.
Nisan-nisan yang dipamerkan merupakan nisan terpilih yang mendukung nilai sejarah dan nilai artistik. Melansir dari laman mitramuseumjakarta.id Museum Taman Prasasti memiliki sekitar 862 koleksi. Diantara koleksi-koleksi tersebut, terdapat nisan milik tokoh-tokoh penting pada masanya. Di bawah ini merupakan nisan dari beberapa tokoh-tokoh penting tersebut.
Baca Juga: Museum Taman Prasasti Jejak Peninggalan Kolonial Belanda.
Koleksi Nisan di Museum Taman Prasasti
RD. Henricus van den Grinten

Patung yang menjulang tinggi dengan warna cokelat merupakan patung yang menggambarkan RD Henricus van den Grinten. Ia merupakan seorang diosesan Belanda. Pada tahun 1811, Ia mulai berkarya di Indonesia. Setelah 1 tahun bekerja di Batavia (1847-1848), ia dipindah ke Semarang. Akan tetapi, pada tahun 1854, ia kembali lagi ke Batavia.
Semasa hidupnya RD Henricus van den Grinten mendirikan yayasan Vincentius di Kramat Raya, Jatinegara (Bidaracina) dan di Lenteng Agung (Desa Putera) pada tahun 1856. Melansir laman detik.com, yayasan ini digunakan untuk menampung anak-anak blasteran indo yang terlantar.
Baca Juga: Menelisik Histori Bahari di Indonesia.
Soe Hok Gie

Soe Hok Gie (1942-1969) merupakan salah satu mahasiswa Jurusan Sejarah, Fakultas Satra Universitas Indonesia angkatan 1962. Selain itu, ia merupakan seorang aktivis, intelektual, dan penulis yang mendedikasikan hidupnya untuk aktivitas sosial dan keadilan.
Soe Hok Gie merupakan seorang pengkritik ulung pada masa pemerintahan Orde Lama dan awal masa pemerintahan Orde Baru. Ia menjadi salah satu kunci akan munculnya angkatan 66, yaitu angkatan yang berjuang untuk menjatuhkan rezim Orde Lama.
Tahun 1969 Soe Hok Gie melakukan pendakian ke Gunung Semeru. Dalam pendakian tersebut, Soe Hok Gie menghirup asap beracun yang berasal dari kawah gunung sehingga menyebabkan ia meninggal dunia. Jasad Gie dikremasi dan abunya telah ditabur di Lembah Mandalawangi, Gunung Pangrango, Jawa Barat.
Baca Juga: Eksplorasi Seru di Museum Bahari Jakarta.
J.J Perie

Bangunan menjulang tinggi yang berwarna hijau merupakan bangunan yang melambangkan Johan Jacob Perie. Ia merupakan seorang Mayor Jenderal di Hindia Belanda. Ia diangkat menjadi Mayor pada tahun 1824.
J.J Perie turut serta dalam perang Jawa (De Java Oorlog atau Perang Diponegoro) yang terjadi pada tahun 1826-1830. J.J Perie adalah komandan bagi resimen Hussar ke-7 yang mengawal pasukan Diponegoro dari Bagelan dan Kulonprogo menuju Magelang.
J.H.R Kohler

Belanda melakukan agresi militer di Aceh pada tanggal 5 April 1873. Dalam agresi tersebut, Belanda sudah membawa 6 buah kapal perang, 2 buah kapal AL pemerintah, 8 buah kapal peronda, 1 buah kapal komando, dan kalap-kapal prajurit lainnya.
Jumlah pasukan dalam agresi tersebut sekitar 3000 orang ditambah 1000 orang pekerja paksa beserta 50 orang mandor. Agresi tersebut dipimpin ole Mayor Jenderal J.H.R Kohler. Dalam agresi tersebut J.H.R Kohler tewas tertembak pada tanggal 19 April 1873.
Adami Caroli Claessens

Adami Caroli Claessens merupakan seorang Pastor Katolik yang datang ke Indonesia pada tanggal 15 Februari 1847. Pada tahun 1874 Claessens diangkat sebagai Pastor kepala di Batavia.
Salah satu jasa Claessens adalah membangun kembali gereja katedral yang sebelumnya telah roboh. Pembangunan ini terjadi pada tahun 1890-1901. Akan tetapi, sebelum pembangunan kembali gereja selesai, Claessens meninggal dunia pada tahun 1893.