
Judul Buku: Tenggelamnya Kapal Van der Wijck
Penulis: Buya Hamka
Penerbit: PT. Balai Pustaka
Genre: Fiksi Roman
Tahun Terbit: 2014
Cetakan ke-: 3
ISBN: 979-690-997-9
Buku Tenggelamnya Kapal Van der Wijck mengambil latar belakang daerah Minangkabau pada awal abad ke-20. Di dalamnya sarat akan nilai adat istiadat Minangkabau yang dipegang teguh oleh masyarakatnya.
Zainuddin adalah tokoh utama laki-laki di dalam buku ini memiliki seorang ayah yang merupakan keturunan Minangkabau dan ibu yang merupakan keturunan Sulawesi. Percampuran darah dalam tubuh Zainuddin ini yang kelak akan menjadi penyebab timbulnya konflik di dalam kehidupan Zainuddin.
Hayati yang tak lain adalah tokoh utama perempuan di dalam buku ini adalah keturunan Minangkabau dari pihak ayah dan ibu. Hayati memiliki paras yang cantik, pintar, serta kepribadian yang baik sehingga banyak laki-laki yang menaruh hati kepadanya. Akan tetapi, Hayati telah memantapkan hati untuk memilih satu di antara laki-laki tersebut sebagai pendamping hidupnya.

Tentang Penulis
Buya Hamka atau Haji Abdul Malik Karim Amrullah (1908-1981) merupakan putra dari Syekh Abdul Karim Amrullah yang berasal dari Maninjau. Ayahnya merupakan seorang ulama Minangkabau terkemuka pada awal abad ke-20. Keduanya memiliki peran penting dalam perkembangan agama Islam sehingga mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Al Azhar; Cairo, Mesir.
Buya Hamka aktif menulis sejak usia muda pada berbagai majalah. Buku yang sudah ditulisnya berjumlah 58 judul. Salah satu karya terbesarnya adalah Tafsir Al Azhar yang terdiri dari 30 juz Al Qur’an yang diselesaikannya dalam waktu 2 tahun pada masa tahanan Orde Lama (1964-1966).
Tenggelamnya Kapal Van der Wijck merupakan salah satu karya Buya Hamka yang mendapat perhatian publik dan menjadi teks sastra di Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
Sinopsis
Kisah dimulai dengan seorang pemuda dengan nama Zainuddin yang tinggal di Mengkasar. Ayahnya adalah seorang Minangkabau sedangkan ibunya adalah seorang Sulawesi. Ibunya sudah meninggal ketika Zainuddin masih bayi dan beberapa tahun kemudian ayahnya juga meninggal saat usianya masih kecil.
Semasa masih hidup, ayah Zainuddin berulang kali menceritakan betapa eloknya alam Minangkabau. Cerita tersebut terus diingat oleh Zainuddin sehingga hati Zainuddin tergerak ingin datang ke Minangkabau. Suatu saat Zainuddin memantapkan hati untuk merantau ke tanah Minangkabau yang merupakan tanah kelahiran ayahnya yang juga merupakan kampung halaman Zainuddin.
Dengan bekal seadanya, Zainuddin pergi meninggalkan Mengkasar menuju Minangkabau. Setibanya di Minangkabau, Zainuddin dianggap orang asing oleh keluarga besar ayahnya. Zainuddin kembali merasa pilu dan hidupnya menjadi terlunta-lunta. Di tengah kepiluannya tersebut, Zainuddin bertemu dengan Hayati seorang gadis dengan paras yang cantik, pintar, serta memiliki kepribadian yang baik. Hal itu merupakan pelipur lara bagi Zainuddin yang merasa hidupnya senantiasa ditimpa kesedihan sejak ia masih kecil.
Suatu saat Zainuddin memberanikan diri untuk mengungkapkan isi hatinya kepada Hayati. Hal itu ia ungkapkan melalui rangkaian kata di dalam sebuah surat. Dengan hati yang riang, Hayati menulis ungkapan hati yang sama kepada Zainuddin. Sejak saat itu, Zainuddin dan Hayati menjadi lebih sering berkomunikasi melalui surat sehingga hubungan kasih antara keduanya berjalan dengan baik.
Akan tetapi, dengan berbagai pertimbangan Hayati memilih untuk mengakhiri hubungannya dengan Zainuddin dan menjadikan laki-laki lain sebagai pendamping hidupnya.
Setelah beberapa lama menjalani kehidupan masing-masing, Zainuddin dan Hayati dipertemukan kembali. Pada saat itu kondisi Zainuddin jauh lebih baik, dan sebaliknya Hayati tidak merasakan kebahagiaan dalam pernikahannya. Setelah pertemuan demi pertemuan mereka alami, rasa penyesalan mulai menyelimuti Hayati tapi hal itu tetap tidak bisa menyatukan keduanya dalam sebuah ikatan suci, yaitu pernikahan.
Ulasan
Buku ini membahas beragam elemen, seperti: agama, adat istiadat, ketangguhan, sopan santun, dan kejujuran. Dari topik yang beragam tersebut, adat istiadat merupakan hal yang paling kental di dalam buku ini. Dalam buku tersebut digambarkan bahwa, seseorang dinilai berdasarkan garis keturunan dan juga harta benda yang dimilikinya. Masyarakat tersebut sedemikian saklek memegang teguh adat istiadat yang sejatinya seperti mengkotak-kotakan seseorang yang satu dengan orang yang lain.
Surat-surat yang ditulis oleh Zainuddin dan juga Hayati menggunakan kata-kata yang baku dan juga halus. Demikian juga surat yang ditulis oleh Engku Datuk yang juga menggunakan kata-kata yang baku dan juga halus.
Zainuddin menjadi pribadi yang menarik yang dengan keteguhan hatinya terhadap nilai-nilai kebaikan yang mengantarkan ia menjadi seorang penulis yang sukses dan juga bermanfaat bagi sesama. Di siisi lain, kepribadian Muluk yang menjadi sahabat bagi Zainuddin turut menyita perhatian. Ia adalah seorang penjudi, tapi dengan ketulusan hati bersedia mendampingi Zainuddin dan berusaha untuk menjadi seseorang yang lebih baik lagi.